Hitch-hike adalah sebuah cerita yang kuadaptasi dari blog okaruto. Cerita seram ini mengisahkan sang narator yang berpergian dengan sahabatnya menggunakan metode hitch-hike, yakni menumpang pada setiap mobil yang mereka temui. Namun suatu malam, mereka menumpang sebuah mobil yang salah, membuat mereka mengalami berbagai peristiwa menakutkan dan tak bisa dijelaskan dengan akal sehat. Bagian endingnya, seperti biasa, telah aku ubah sehingga agak berbeda dengan yang ada di versi aslinya. Hanya ada 4 part dalam kisah ini. No curse or bad dream in this series what so ever. Selamat menikmati.
Kisah ini terjadi sekitar 7 tahun yang lalu. Aku baru saja diwisuda dan belum memiliki pekerjaan tetap. Kurasa aku tipe orang yang tidak begitu peduli dengan “tekanan” harus bekerja lah, harus menikah lah, jadi aku merasa santai dengan kondisiku saat itu.
“Pekerjaan yang lebih bagus nantinya akan muncul kok.” kataku pada diriku sendiri saat sedang bekerja paruh waktu, pekerjaan yang sudah kujalani sejak aku masih kuliah.
Peristiwa itu terjadi pada musim panas. Aku sedang berbincang dengan sahabatku, Kazuya (bukan nama aslinya) ketika entah mengapa topik “hitch-hiking” mengelilingi Jepang tiba-tiba muncul. Kau tahu, seperti backpacker, hanya kau melakukan perjalanan dengan menumpang mobil orang lain yang kebetulan lewat. Aku yang masih sangat muda saat itu langsung terobsesi dengan ide tersebut.
Sebelum aku melanjutkannya lebih jauh, aku akan memperkenalkan siapa Kazuya. Kami kebetulan kuliah di universitas yang sama dan kami pertama berjumpa pada semester awal kuliah kami. Ia adalah seorang playboy sejati, tipe orang yang suka main-main dan jarang berpikir dengan serius. Walaupun hobinya berganti-ganti pacar, namun tetap saja ia mudah bergaul dan memiliki banyak teman. Aku adalah salah satu yang paling dekat dengannya. Kepribadiannya yang ekstrovert sungguh kontras dengan kepribadianku yang introvert dan apatis.
Kami akhirnya sepakat melakukan hitch-hiking bersama. Sebenarnya tak ada rencana matang yang kami persiapkan. Kami hanya menumpang dan menumpang tanpa rute yang jelas. Pertama, kami akan terbang menuju Hokkaido dan kemudian kembali ke tempat asal kami di Kyushu dengan hitch-hiking.
“Yeah! Jangan panggil aku Kazuya jika aku tak bisa menggaet perempuan dari tiap kota yang kita lewati!” kata Kazuya seolah-olah hanya dia di dunia ini yang bisa melakukannya. Walaupun, secara menyedihkan, sebenarnya aku mengharapkan hal yang sama.
Kazuya memiliki rambut panjang yang ia ikat ke belakang, membuatnya tampak seperti bartender “bad ass” sejati (dia memang bekerja di sebuah diskotik btw). Dan kebetulan juga aku juga berhasil menggaet beberapa kenalan wanita saat sedang nongkrong bersamanya.
Aku akhirnya mengundurkan diri dari pekerjaan sampinganku dan Kazuya mengajukan cuti selama beberapa pekan. Kami membeli tiket ke Hokkaido dan mengisi tas backpacker oversized kami dengan barang2 yang kira2 kami butuhkan. Tiga minggu setelah merencanakan perjalanan ini, kami akhirnya terbang ke Hokkaido.
Ketika kami mendarat di Sapporo, kami makan siang dan berjalan-jalan melihat-lihat kota. Aku tak tahu apakah ini karena perjalanan kami, namun aku merasa sangat lelah sore itu. Akhirnya aku kembali ke HOTEL sementara Kazuya pergi untuk menikmati kehidupan malam di sana.
Kazuya tidak kembali malam itu, namun kami bertemu satu sama lain di lobby HOTEL paginya. Ketika aku melihatnya, ia membuat isyarat OK dengan jari2nya. Aku menduga ia menghabiskan malam dengan seorang gadis yang ia temui.
Hari itu juga, kami memulai hitch-hiking kami. Ini pertama kalinya kami melakukan hal tersebut dan kami berdua sangat excited.
Kami tidak memiliki rencana yang konkrit seperti “harus tiba di sini pada tanggal segini” atau target lainnya. Satu-satunya aturan yang kami miliki adalah “biarlah mereka membawa kita sejauh yang mereka inginkan”.
Namun ternyata hal itu tidaklah mudah. Kami menunggu selama sejam dan tak ada yang berhenti memberikan kami tumpangan.
Tepat ketika kami hampir menyerah, sebuah mobil menepi. Sudah satu setengah jam sejak kami memulainya. Hmmm .... tidak buruk. Namun mobil yang kami tumpangi tidak berniat untuk keluar kota, jadi mereka hanya membawa kami tidak begitu jauh ke arah selatan. Namun perjalanan tetaplah perjalanan, tak peduli berapapun jaraknya. Kami sudah merasa senang sudah bisa memulainya pada hari pertama.
Setelah mobil pertama yang mengangkut kami, kami memperhatikan bahwa seringkali yang berhenti untuk kami adalah sopir truk yang mengadakan perjalanan jarak jauh. Itu hal yang bagus sebab kami bisa melakukan perjalanan jarak jauh. Dan rupanya semua sopir truk itu, tidak seperti yang diduga banyak orang, adalah orang2 yang sangat baik. Naik truk benar2 adalah cara yang sangat efektif untuk melakukan perjalanan.
Pada hari ketiga, kami sudah mulai terbiasa. Ketika seorang pengedara truk menawarkan tumpangan, kami memberikan mereka sebungkus rokok sebagai ucapan terima kasih. Ketika yang mengangkut kami adalah pengendara mobil, kami memberikan mereka permen atau cokelat yang kami beli dari supermarket terdekat.
Sopir2 truk itu selalu senang ketika kami memberikan mereka rokok setiap kali kami menumpang, Kazuya selalu saja suka mengobrol dan dengan cepat menjadi akrab dengan mereka. Ia-lah yang menjaga atmosfer perjalanan selalu menyenangkan. Apalagi jika yang memberi kami tumpangan adalah wanita, maka Kazuya dengan mudah menjadi dekat dengan mereka.
Pada hari keempat, kami mencapai Honshu. Kami benar2 menikmati perjalanan kami sejauh ini. Kami bisa menikmati makanan2 lokal di tiap tempat yang kami kunjungi dan kami berteman dengan beberapa orang sepanjang perjalanan.
Untuk menghemat uang saku, kami berusaha berhenti di pemandian umum setiap hari dan menghabiskan malam di warnet. Bahkan, beberapa kali para pengendara truk menawarkan kami untuk menginap di rumah mereka. Kami benar-benar merasa bersyukur atas semua yang kami alami.
Namun sekitar dua minggu semenjak kami memulai perjalanan ini, ketika kami berada di pedesaan di dekat pegunungan di wiayah Koushin, keberuntungan kami mulai surut.
Siang itu, kami diturunkan di sebuah toko kelontong kecil di pinggir jalan raya yang sepi. Tak ada rumah sama sekali di sana, hanya bangunan kios itu. Dan lebih buruk lagi, tak ada satupun mobil yang berhenti untuk kami. Kami mulai merasa muak untuk menunggu. Dan karena hari yang sangat panas dan matahari bersinar sangat terik, kami mulai kesal.
“Aku tak percaya kita diturunkan di tempat terpencil seperti ini! Bukankah tadi sopir itu mengatakan dimana ia tinggal? Mungkin kita bisa tidur di tempatnya?” saran Kazuya.
Sopir truk itu memang mengatakan ia tinggal sekitar 10 menit perjalanan dengan mobil dari sini. namun kami sama sekali tak memiliki bayangan dimana itu, sehingga informasi itu tak banyak berguna bagi kami.
Kami memutuskan untuk menunggu mobil dengan bergiliran tiap 30 menit. Salah satu dari kami akan menunggu di dalam toko kelontong untuk mendinginkan diri, sementara yang lain akan berusaha mencari tumpangan di luar. Kemudian tiap 30 menit kami akan berganti giliran.
Ketika aku di dalam, sore mulai menjelang. Aku takut hingga malam tiba, saat toko ini tutup, belum ada mobil atau truk yang berhenti untuk kami.
Pemilik toko itu menyemangati kami, “Jangan khawatir Nak. Jika kalian belum mendapat tumpangan juga hingga malam, aku bisa membawa kalian ke kota.”
Aku merasa lebih tenang ketika mendengar perkataan dari orang baik itu. Memang kebaikan seperti itu yang biasa kami dapatkan di pedesaan seperti ini.
Sejam kemudian, kami belum mendapatkan satupun tumpangan. Kurasa memang tak banyak orang yang lewat daerah sini, pikirku. Aku hendak meminta bantuan sang pemilik toko untuk membawa kami bersamanya ketika sebuah mobil RV* memarkirkan diri di depan toko.
Saat itulah mimpi buruk kami dimulai.
BERSAMBUNG...
*Mobil RV: Recreational Vehicle (atau dikenal juga dengan istilah karavan) adalah mobil berukuran besar yang bagian dalamnya ditata menyerupai rumah, dilengkapi sofa, tempat tidur, dapur, dan kamar mandi.
0 komentar:
Post a Comment
Jika ada unek - unek dari dalam hati yang paling dalam,,, Keluarkanlah...
Dan itu akan membuat anda lebih legah